Shalat adalah rukun Islam yang paling utama setelah dua kalimat
syahadat. Shalat ini mencakup berbagai macam ibadah, seperti : dzikir
kepada Allah, tilawah Kitabullah, berdiri menghadap Allah, rukuk, sujud,
do’a, tasbih dan takbir.
Terdapat sejumlah hadits berkenaan dengan keutamaan dan hukumnya yang
fardhu ‘ain. Dalam agama Islam, hukum wajibnya shalat lima waktu ini
merupakan perkara yang telah diketahui secara luas, baik di kalangan
ulama maupun di kalangan awam kaum muslimin
(ma’luumun minad Diin bidh-dharuurah).
Barangsiapa yang mengingkarinya, ia telah murtad dari agama Islam. la
dituntut untuk bertaubat. Jika tidak bertaubat, ia dihukum mati menurut
ijma’ kaum muslimin.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”(QS. An-Nisa : 103).
Terdapat sebagian fenomena yang patut disayangkan, yaitu adanya
sebagian orang, ketika dalam proses pengobatan di rumah sakit dengan
berbaring di atas tempat tidur dan tidak bisa turun darinya, atau tidak
bisa mengganti pakaian yang terkena najis, atau dia tidak bisa menemukan
tanah yang bisa dipakai untuk bertayamum, atau tidak bisa menemukan
orang yang dapat menolongnya, maka ia mengakhirkan shalat hingga keluar
dari waktunya dan berkata,”Aku akan laksanakan shalat ini nanti, jika
uzur telah tiada.”
Ini adalah kesalahan yang sangat besar, ia telah meninggalkan shalat
karena ketidaktahuannya dan sikapnya yang tidak bertanya kepada orang
yang mengetahui ilmunya.
Seharusnya orang yang keadaannya seperti itu, ia tetap melakukan
shalat sesuai dengan keadaannya. Cukup baginya shalat dalam keadaan
seperti itu, sekalipun ia harus melaksanakan shalat tanpa tayamum atau
terpaksa harus mengenakan pakaian najis.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka,bertawakalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.’’ [At-Taghabun: 16].
Bahkan, sekalipun shalat dengan tidak menghadap kiblat karena tidak mampu melakukannya, maka shalatnya tetap sah.
Ketahuilah, barangsiapa yang meninggalkan shalat karena menyepelekan
atau malas, dan bukan karena mengingkari kewajibannya, ia telah kafir
menurut pendapat yang benar dari dua pendapat ulama. Pendapat itu adalah
pendapat yang tepat karena adanya dalil-dalil, seperti hadits
(artinya):
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ
“Pemisah antara kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat’’. [HR. Muslim]
Orang yang meninggalkan shalat selayaknya disebarluaskan berita
tentang perbuatannya tersebut, agar kejelekannya diketahui masyarakat
hingga dia jera dan melaksanakan shalat. Tidak patut kita mengucapkan
salam kepadanya, tidak pula memenuhi undanganya hingga ia bertaubat dan
mendirikan shalat, karena shalat adalah tiang agama dan pembeda antara
orang muslim dengan orang kafir. Sekalipun seorang hamba melakukan
berbagai amalan, semua itu tidak akan bermanfaat baginya, selama ia
masih meninggalkan shalat, begitulah secara ringkas penjelasan dari
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
hafizhahullah.
Catatan:
Semua sikap itu tentunya diterapkan dengan tetap mempertimbangkan
maslahat dan
mudharat/bahaya
yang ditimbulkannya di sebuah masyarakat, sehingga ketika diperkirakan
dengan kuat bahwa akibat dari sikap tersebut justru menimbulkan bahaya
dan kerusakan yang jauh lebih besar dari maslahatnya, seperti orang yang
meninggalkan shalat tersebut tetap terus meninggalkan shalatnya, bahkan
ditambah lagi dengan lari dari dakwah Islam serta menyulut api
permusuhan, maka tuntutannya ketika itu adalah menggunakan pendekatan
hikmah selain sikap itu, agar lunak hatinya sehingga ia dapat menerima
kebenaran.
***
Referensi:
Ringkasan Fikih legkap jilid 1 dan 2, Syaikh Dr. Shalih bin
Fauzan Al-Fauzan,Bekasi,2013,PT Darul Falah, dengan sedikit perubahan
dan penambahan.
Penyusun: Dwi Rusiani
Murajaah: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslimah.Or.Id